
Bibir Sobek! Jasa Tukang Sol ini Tak Laku
Rp. 31.500Fundraiser

Pak Opa adalah seorang pria tua yang sehari-hari bekerja sebagai tukang sol sepatu. Usianya sudah 75th, namun semangatnya untuk bertahan hidup dan menafkahi keluarganya tak pernah luntur. Setiap hari, mulai dari pukul 7 pagi hingga 8 malam, Pak Opa duduk di sepanjang trotoar, berharap ada yang ingin memakai jasanya untuk memperbaiki sepatu yang rusak. Pendapatan dari pekerjaannya sangat tidak menentu, berkisar antara 20 ribu hingga 30 ribu rupiah per hari, bahkan Abah terlalu sering tidak mendapatkan pelanggan, jadi 20 ribu yang didapat Abah bisa jadi untuk 3-4 hari kedepan.
Setelah selesai bekerja di pagi hingga menjelang malam, Abah Opa melanjutkan dengan mencari barang bekas atau rongsokan. Ia berkeliling ke berbagai tempat, mengumpulkan barang-barang yang bisa dijual kembali. Dari pekerjaan ini, ia bisa mendapatkan tambahan penghasilan yang berkisar antara 10 ribu hingga 20 ribu rupiah perminggu. Walaupun tidak ada kepastian setiap harinya, ia tetap menjalani rutinitas itu demi keluarga tercinta.
Abah Opa tinggal di sebuah kontrakan berukuran 3x3 meter tanpa sekat. Untuk membayar kontrakan, kadang Abah Opa terlambat. Bahkan, pemilik kontrakan pernah menegur agar tidak telat membayar. Mau bagaimana lagi, pendapatan Abah Opa sangat minim, hanya cukup untuk membeli makanan pada hari itu saja. Ditambah lagi, Abah Opa pernah merasakan lapar karena tidak ada pemasukan sama sekali.
Namun, hidup Abah Opa tak selalu berjalan mulus. Ada masa-masa yang sulit, terutama saat ia mengalami sebuah pengalaman pahit. Suatu waktu, seorang pelanggan datang meminta sepatu untuk disol dan dijahit. Setelah pekerjaan selesai, pelanggan itu memberi alasan untuk menukarkan uangnya terlebih dahulu. Ternyata, setelah sepatu selesai, orang itu kabur tanpa membayar, meninggalkan Pak Opa dengan rasa kecewa dan kesulitan. Pengalaman tersebut tak membuat Abah Opa patah semangat, meskipun itu adalah salah satu kenangan buruk dalam hidupnya.
Abah Opa juga memiliki riwayat kesehatan yang kurang baik. Ia menderita sumbing yang ia alami akibat demam panas parah ketika dewasa, saat dirawat di rumah sakit. Meskipun demikian, ia tetap bekerja keras, tidak membiarkan kondisinya menghalangi perjuangannya mencari nafkah. Bahkan, meski harus menjalani kehidupan yang penuh perjuangan, ia tidak pernah mengeluh.
Istrinya sangat bangga dengan ketekunan dan kerja keras Abah Opa. Meskipun usianya sudah lanjut, Abah Opa tidak pernah menyerah. Ia selalu berusaha sekuat tenaga demi keluarga, meski penghasilannya kadang tak menentu. Baginya, yang terpenting adalah bisa memberi makan keluarganya, menjaga mereka agar tetap hidup dengan layak. Istrinya selalu mendukung dan bangga, melihat semangat Abah Opa yang tak pernah padam.
Abah Opa dan keluarganya tinggal di sebuah rumah kecil yang disewa. Rumah itu memiliki dua kamar. Satu kamar digunakan sebagai tempat istirahat Abah Opa bersama keluarga, sementara kamar yang satunya lagi digunakan untuk menyimpan barang-barang rongsok yang dikumpulkan Abah Opa, serta dapur sederhana tempat mereka memasak. Mereka juga menggunakan toilet umum yang ada di luar rumah. Meski kehidupan mereka sederhana, namun mereka hidup dengan penuh rasa syukur dan kebersamaan.
Kehidupan Abah Opa adalah cerminan dari perjuangan tanpa henti, meski kehidupan kadang memberi cobaan yang berat. Ia selalu berusaha untuk memberikan yang terbaik bagi keluarganya, apapun yang terjadi. Semangat dan ketekunan Pak Abah menjadi inspirasi bagi siapa saja yang mengenalnya.