
Setiap Hari Mak Atikah Berjalan Menjajakan Tahu, Demi Bertahan Hidup
Rp. 0Di usia senjanya yang ke-77 tahun, Mak Atikah masih harus memanggul beban hidup yang tak ringan. Hidup di tengah keterbatasan, ia menjadi satu-satunya tulang punggung keluarga.

Suaminya, Pak Entang (79), yang dahulu bekerja sebagai buruh serabutan, kini belum bisa bekerja lagi, dikarenakan sedang mengalami ceder otot akibat kecelakaan pada saat berkerja, Dalam kondisi ini, Mak Atikah tidak hanya harus mengurus sang suami, tetapi juga anak semata wayangnya, Hendah (54), yang mengalami kebutaan dan memiliki keterbatasan dalam kemampuan berpikir.
Meski renta, Mak Atikah tetap bangun pagi untuk menjajakan tahu keliling. Ia berjalan dari satu kampung ke kampung lain dengan keranjang berisi tahu di genggaman, demi mendapatkan penghasilan yang tak seberapa. Dari hasil berjualannya, ia hanya membawa pulang sekitar Rp20.000 per hari jumlah yang nyaris tak cukup untuk membeli kebutuhan makan, apalagi membiayai pengobatan suaminya. Namun, Mak Atikah tetap tegar dan tidak pernah mengeluh. “Selama kaki ini masih bisa melangkah, saya akan tetap berusaha,” begitu katanya sambil tersenyum, meski sorot matanya menyiratkan kelelahan yang dalam.
Jika Mak Atikah tidak segera mendapatkan bantuan, bukan tidak mungkin ia akan kehabisan tenaga dan semangat di tengah perjuangan panjang ini. Kesehatannya tentu tak bisa terus-menerus dipaksakan, sementara kebutuhan keluarga terus berjalan. Pak Entang membutuhkan penanganan medis yang layak. Hendah membutuhkan perawatan dan pendampingan yang rutin. Dan Mak Atikah sendiri layak mendapatkan istirahat yang damai di masa tuanya. Tanpa uluran tangan kita semua, kondisi keluarga kecil ini akan semakin terpuruk dan tidak tertolong.